Senin, 29 November 2010

Saya Bosan Dengan Science Modern


Apakah pengetahuan astrology india (jyotish), yang dengannya para astrologer bisa meramalkan bencana amerika di bulan september dahulu, dianggap sebuah science oleh... dunia science? padahal pengetahuan serupa (versi barat) digunakan oleh seorang penyembuh, yang diakui di dunia kedokteran, untuk meramu material-material sehingga material tersebut berproperti magis, dan memiliki kekuatan penyembuhan yang mampu menyembuhkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dengan cara-cara penyembuhan para penyembuh modern

I cannot help but to wonder, apakah pengetahuan ini begitu suci untuk diketahui banyak orang? ataukah pengetahuan ini begitu membahayakan bagi (sekelompok?) manusia?

Yang pasti saya benar-benar bosan dengan science modern, yang berkembang hanya karena bertujuan uang, dan pencapaian terbesarnya adalah penghancuran alam, perlahan (bahkan instan) tapi pasti

Seluruh dunia science akan tertawa atau terheran-heran, saat mendengar "science of human being : how to live in good behaviour and in harmony with nature"? padahal sistem tersebut dihamparkan secara jelas di berbagai macam kitab suci, kalau saja dunia science mau melihatnya secara objektif (bukannya science itu erat dengan objektivitas?). Namun sepertinya, segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan, seolah diabaikan oleh science modern

Apakah dengan kalkulus tingkat pencakar-langitnya, science sudah/dapat mengakui keberadaan Tuhan? Herannya saya hampir-hampir tidak pernah menemukan kata Tuhan di buku pelajaran sekolah, yang notabene berisikan dasar-dasar science modern, kecuali mungkin pada bagian terima kasih penulis atas diterbitkannya buku tersebut.

Tapi hati saya terkagum-kagum, saat membaca sebuah literatur suatu science (yang mungkin tidak diakui sebagai sebuah science, oleh science modern), karena didalam isinya sang penulis memuji-muji Tuhan "atas karuniaNya dalam science tersebut". dan terlebih lagi, hampir-hampir semua penulis yang menulis subjek serupa (science yang tidak diakui tersebut), selalu mengagungkan Tuhan dalam "isi" tulisannya (bukan pada bagian terimakasih atas dicetaknya buku tersebut), bahkan pada petunjuk praktikalnya dimulai dengan kata-kata "In God's name..." atau "In The name of our Lord... " (Dengan nama Tuhan...). tapi tentu saja science (yang memuji Tuhan) ini tidak diajarkan di sekolah

Mau dibawa kemana otak pintar kita ini? Entahlah, mungkin kita tidak butuh science modern setinggi itu, mungkin ketinggian tersebut hanyalah akibat dan efek samping dari hawa nafsu dan ke-ignorant-an kita (secara kolektif dalam peradaban dunia), contoh nya kemajuan pesat di bidang teknologi elektronik, ujung-ujungnya ke dunia hiburan, seperti bagaimana kita bisa melihat detail jerawat di wajah karakter animasi 3 dimensi dalam suatu videogame saat jerawat itu pecah terkena hantaman bogem mentah sang monster yang ditunjukkan dengan slowmotion 300000 frame per second sehingga tampak jelas substansi kuning bercampur darah, keringat, daki, dan debu yang beterbangan... keluar dari monitor dengan teknologi 3d terbaru! tanpa menggunakan kacamata 3d!

hah! makan tuh jerawat virtual!

mungkin science yang jauh lebih kita butuhkan adalah "the science of win-win solution between mankinds and the universe"

atau science of getting young girls

atau science of beautification of daughters

atau science of sexy-fication of woman

atau science of making all woman young sexy and lusty and delicious and
love
you
so
much!


YYYYEEEAAAAAAAAAAAARGH!
ddDESTROOOOOOY!

Kamis, 04 November 2010

identity (knowing who we are)



Pada sebuah adegan film anger management, tokoh utamanya (yang diperankan oleh adam sandler) ditimpuki pertanyaan yang bertubi2, yang ia kesulitan untuk menjawabnya, karena jawabanya selalu tidak diterima oleh si penanya, nah yang mantap, pertanyaan2 tersebut semuanya sama, yaitu:

Siapa kamu?

Saya nama depan nama belakang, saya dosen, saya tetangganya si ini, temannya si itu, saya yang bikin alat ini, yang sering tampil di tv, saya orang yang blablabla,

Tidak ada yang menanyakan namamu, pekerjaanmu, tetanggamu, temanmu, alat yang kamu bikin, tempat mejeng, kepribadian dll

Terus gimana jawabnya? bagaimana kalau suatu hari seseorang (atau diri kita sendiri) menanyakan hal yang demikian kepada kita? apa yang akan kita jawab?

Bagaimana kalau sebenarnya peradaban manusia sekarang, secara halus-complex, menyembunyikan identitas manusia sebenarnya, sehingga hampir tidak ada manusia yang menyadari siapa mereka sebenarnya?

Lihat saja jawaban-jawaban tadi, semuanya diambil dari keyword2 yang seseorang temui dalam hidupnya di suatu peradaban. bagaimana kalau tidak ada nama, pekerjaan, tetangga, orang lain, tidak ada bahasa dan komunikasi, yang ada hanya diri kita dan semua isi2nya, lalu siapakah kita?

Saya tahu jawaban yang benar dari pertanyaan "siapa saya/kamu?"

Tapi ntar dulu, apakah bijaksana untuk membeberkannya disini? apakah persoalan hadiah ikan atau kail menjadi masalah disini?, entahlah...

Mungkin pembaca lebih baik cari sendiri jawabannya, karena...

...wuih imej gue dah sok banget nulis ginian, ya nggak?

Sabtu, 05 Juni 2010

Saya bosan dibilang idealis hah

Tahukah anda? kebanyakan dari teman2 saya,
setelah mendengar alasan kenapa saya tidak ikut suatu event musik/band adalah karena event tersebut disponsori suatu @#$%*^$ tertentu (yang tidak saya cemarkan nama baiknya),
mengatakan bahwa saya idealis. padahal saya merasa bahwa saya sangat realistis, saya mempertimbangkan segala sesuatunya untuk mencapai alasan tersebut.

singkatnya= saya sering dibilang idealis, padahal saya rasa2nya realistis

*note= saya menyampaikan ini dengan asumsi bahwa, arti kata "idealis" yg dimengerti pembaca adalah :
a. lawan/kebalikan dari realistis;
b. pikiran/aksi yang sepertinya menentang/melenceng dari realitas ,atau dari pikiran yg muncul berdasarkan realitas
c. sesuatu pikiran/ide yang "too good to be true" dan hampir amat sangat tidak mungkin akan tercapai, atau butuh pengorbanan berliter2 keringat dari berjuta2 pasang ketiak manusia (belum termasuk volume deodorant)

padahal yang menurut saya ide yg lebih pantas disebut idealis adalah:

ikut event tersebut, lalu terkenal, lalu album laris, lalu kaya raya (ideal sekali bukan?)

setelah hal ini saya pikirkan, saya temukan bahwa, sebentar... ini cuma theory (arti kata theory dengan berbeda2 di macam2 kamus, dan konteks kalimat):

saat kita mempertinggi dan memperluas ke-realistis-an kita, maka seringkali orang2 akan melabel kita sebagai idealis, dan seringkali (seringkalinya sering sekali) penyebabnya adalah, karena realitas yg kita pertimbangkan:
a. berada jauh dari jangkauan kebanyakan.
b. simply ignored (diabaikan) oleh kebanyakan.
c. mengganggu ke-nyaman-an, atau terasa amat tidak nyaman bagi kebanyakan.

jaman dulu bagi masyarakat eropa, sebuah benua di seberang laut adalah sebuah idealisme yang diabaikan orang (ngapain nyebrang laut buang2 nyawa), namun beberapa saat setelah cerita columbus mendarat di "india" sampai di peradaban barat, tiba-tiba semua mulai "menyadari" munculnya banyak tanah berhektar2 luasnya yang tak dibangun rumah/properti (apalagi tanpa surat kepemilikan yang jelas) dan hanya dihuni segelintir manusia yang tidak bersenjata api (hal ini seperti hadiah dari surga... yang sekarang hanya dapat terjadi di video game), benua tersebut menjadi realistis, karena keberadaan sebuah fakta yang baru mereka sadari/dapati (nyatanya banyak yang pindah kesana untuk menyambung nyawa... walaupun banyak nyawa melayang karenanya).

atau tentang kebanyakan kendaraan bermotor? bahwa benda tersebut terbukti menghasilkan polusi, sekecil apapun (yang tidak pula dapat diantisipasi dengan pemusnahan polusi, tunggu dulu, apakah ada hal seperti itu? halow...). fakta ini, realitas ini, telah diabaikan (dan kamu akan dicap idealis kurang kerjaan jika mengusahakan produksi produk kendaraan bermotor bebas polusi). dan sekarang kita telah lihat realitas apa yang datang sebagai konsekuensinya. (haha bahkan sampai sekarang penanggulangan global warming masih dianggap idealis oleh kebanyakan).

banyak orang mungkin mengatakan bahwa berita yang mereka lihat di monitor adalah realistis, menurut saya berita di monitor adalah idealis (idealnya biar banyak ditonton?), karena yang ditampilkan di berita monitor hanyalah beberapa detik gambar bergerak 2 dimensi yang dijelaskan dengan kata2 yang bisa/dapat dikemas dengan indah/sedemikian rupa sehingga... ideal. (siapa yang tidak tahu kelemahan dari kata2 dan bahasa? nyatanya banyak orang mengartikan "teori" adalah lawan/kebalikan dari "praktek", padahal hal tersebut tidak ditulis dalam kamus manapun)

fakta2 yang disajikan pun seringkali tidak lengkap (mungkin karena beberapa penggal jika disampaikan akan melanggar hukum= yg berdasar pada suatu idealisme???... hei, sering mendengar inisial pelaku pencabulan? -bisa saja sama dengan inisial temanmu haha!) atau malah diumumkan statusnya yang masih dipertanyakan...

kadang2 terasa seperti sebuah pengumuman bahwa :

ada sesuatu. tapi belum diketahui apa sesuatu tersebut... (pernah merasakan yang seperti ini?)

yang terlihat di monitor adalah "cerita" dari apa yang sebenarnya terjadi, yang, lain pencerita, lain pula kata2 dan kelengkapan fakta2nya.
lalu realita apa yang terlihat di monitor? bahwa cerita yang sering disampaikan adalah cerita tentang kejadian buruk, sial, atau yang dengan mudah dapat dicap negativ?

hmm coba bandingkan= berita, cerita, derita... apakah ini suatu kebetulan? (b c d berurutan)

kesimpulan yang dapat didorong dari paragraf2 gak jelas diatas adalah:

lingkup realita kita masing2 (yang bergantung pada jangkauan (sinyal?), dan pengabaian2 pribadi), menentukan persepsi kualitas (layak-tidaknya) suatu keputusan yang akan kita atau orang lain ambil.

lalu apa hubungannya dengan alasan saya diatas?

di sebuah benua lain di planet ini, alasan saya diatas adalah sesuatu yang realistis.
namun di nusantara nan jaya dan kaya-raya ini... saya harus membiasakan diri dengan label saya hahaha

realitas perlu diubah, menjadi sebuah realitas baru, yang lebih baik. mari kita melakukan ini... dengan pertama-tama dicap sebagai idealis hahaha